Home Top Ad

Bentuk-bentuk Berbicara

Share:
Berbicara dapat dikelompokkan berdasarkan tiga aspek, yaitu (1) arah pembicaraan, (2) tujuan pembicaraan, dan (3) suasana. Pengelompokkan arah pembicaraan dihasilkan berbicara satu arah (pidato, dan ceramah), dan berbicara dua/multi arah (konversasi, diskusi). Berdasarkan aspek tujuan, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam berbicara persuasi, argumentasi, agitasi, instruksional, tekreatif; sedangkan berdasarkan suasana dan sifatnya, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam berbicara formal dan nonformal (Haryadi dan Zamzami, 1997: 59).
    Sementara itu, dijelaskan oleh Suharyanti dan Edy Suryanto (1996: 130) bahwa secara umum jenis berbicara dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Dalam kelompok pertama terlihat peristiwa adanya berbicara yang hanya menyampaikan pesan kepada pendengarnya untuk kemudian dipahami oleh pendengar bersangkutan. Termasuk dalam kelompok ini misalnya pidato khotbah, pemegang acara. Dalam kelompok kedua terlihat adanya peristiwa penyampaian pesan kepada pendengar yang kemudian disusul dengan timbulnya reaksi atau tanggapan (respons) pendengar. Dengan kata lain dalam kelompok ini terjadi interaksi antara pembicara dengan pendengar. Dalam hal ini si pendengar bisa hanya terdiri dari satu orang, bisa juga beberapa atau banyak orang. Pendengar ini dapat melakukan tindakan: bertanya, menanggapi, memberi komentar atau kritik atas apa yang dikemukakan oleh pembicara, mendebat, menginterupsi, tetapi mungkin juga memberi penjelasan lanjutan yang menguntungkan pihak-pihak yang berpartisipasi dalam pembicaraan itu. Dalam kelompok ini bisa dimasukkan misalnya omong-omong antar keluarga atau antarteman yang tidak formal, rapat organisasi, diskusi.
    Perlu dicatat pula bahwa dalam situasi tertentu pembicaraan dalam kelompok ini tidak saling bertatap muka. Misalnya pembicaraan lewat pesawat telepon atau lewat gelombang radio yang kini makin berkembang pesat.    William B. Ragan (dalam Suharyanti dan Edy Suryanto, 1996: 130) membuat daftar bentuk-bentuk ekspresi lisan sebagai berikut:1) Cakapan formal,2) Diskusi dengan maksud dan tujuan tertentu,3) Menyampaikan berita, mengumumkan, dan melaporkan;4) Memainkan drama;5) Khotbah; 6) Bercerita;7) Cakap humor dan berteka-teki;8) Mengisi acara radio;9) Menggunakan telepon;10) Rapat organisasi;11) Memberi pengarahan.
Lee dan Lee mengemukakan berbagai jenis pengalaman berbahasa atau berkomunikasi secara lisan, yang banyak persamaannya dnegan daftar William B. Ragan di atas: 1) Percakapan dan diskusi;2) Berita, pengumuman, laporan;3) Rencana dan evaluasi;4) Kegiatan dramatik;5) Penampilan kesenangan masyarakat;6) Khotbah;7) Bercerita informasi tentang lelucon dan teka-teki;8) Pembicaraan dalam dewan;9) Rapat organisasi; 10) Acara radio dan televisi;11) Mempersiapkan rekaman (Lee dan Lee, 1960: 285).
Tentu saja daftar di atas masih dapat diperpanjang lagi, karena kedua daftar di atas jelas belum mencakup seluruh jenis peristiwa berbicara. Di dalamnya misalnya: pidato, ceramah, wawancara pemegang acara (master of ceremony), percakapan antara penjual dan pembeli, antar dokter pasien, menyambut kedatangan tamu, dan masik banyak lagi. Secara teoretis, pesan itu merupakan inti pokok atau pokok komunikasi. Hal ini dikemukakan oleh Marie M. Stewart dan Kenneth Zimmer dalam kalimat singkat “The art of acommunication is the messege” (dalam Suharyanti dan Edy Suryanto, 1996: 131).
Berdasarkan datangnya pesan, bentuk berbicara dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni: (1) berbicara satu arah dan (2) berbicara dua arah. Dalam berbicara satu arah, hanya terjadi peristiwa penyampaian pesan oleh pembicara kepada pendengar. Dalam peristiwa ini pendengar tidak mengadakan interaksi verbal dengan pembicara. Dalam praktek kadang-kadang pendengar mengadakan interupsi dengan pembicara, misalnya dalam bentuk bertanya, menanggapi, dan sebagainya terhadap pesan yang disampaikan oleh pembicara. Namun demikian, titik berat peristiwa berbicara bentuk ini terletak pada satu arah. Yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain adalah ceramah, pidato, khotbah, wawancara.
Dalam diskusi terjadilah pembicaraan dua arah. Pembicara dan pendengar terlibat dalam suatu interaksi verbal untuk mencapai tujuan tertentu. Sepintas lalu wawancara tampak sama dengan diskusi. Pewawancara yang diwawancarai jelas bukan diskusi, karena kedua belah pihak selalu ada dalam posisi yang berbeda. Orang yang diwawancarai selalu dalam posisi sebagai pemberi keterangan, sedangkan di pewawancara selalu ada dalam posisi sebagai pencari keterangan. Dalam diskusi kedua belah pihak mempunyai kedudukan yang sama.
Sementara itu, pandangan yang berbeda tentang bentuk-bentuk berbicara disampaikan oleh Haryadi dan Zamzami (1997: 58) bahwa wilayah berbicara biasanya dibagi menjadi dua bidang, yaitu (1) berbicara terapan atau fungsional (the speech art) dan (2) pengetahuan dasar berbicara (the speech science). Dengan kata lain, berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat. Dan yang menjadi perhatiannya antara lain (1) berbicara di muka umum, (2) diskusi kelompok, (3) debat, sedangkan berbicara sebagai ilmu menelaah hal-hal yang berkaitan dengan (1) mekanisme berbicara dan mendengar, (2) latihan dasar tentang ujaran dan suara, (3) bunyi-bunyi bahasa, dan (4) patologi ujaran.
Pengetahuan tentang ilmu atau teori berbicara sangat menunjang kemahiran serta keberhasilan seni dan praktik berbicara. Untuk itulah diperlukan pendidikan berbicara (speech education). Konsep-konsep dasar pendidikan berbicara mencakup tiga kategori, yaitu (1) hal-hal yang berkenaan dengan hakikat atau sifat-sifat dasar ujaran, (2) hal-hal yang berhubungan dengan proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara, dan (3) hal-hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan berbicara (Haryadi dan Zamzami, 1997: 58).
 Penekanan berbicara sebagai seni atau berbicara fungsional berarti membahas berbagai model praktik berbicara. Dalam hal ini, berbicara secara garis besar dapat dibagi atas (1) berbicara di muka umum atau public speaking, yang mencakup bebicara yang bersifat pemberitahuan, kekeluargaan, bujukan, dan perundingan, (2) berbicara pada konferensi atau conference speaking, yang meliputi diskusi kelompok, prosedur parlementer, dan debat (Haryadi dan Zamzami, 1997: 59).

Tidak ada komentar